Silahkan membaca Kasus I untuk menjawab Pertanyaan 1 sampai Pertanyaan 3
Salah satu kebijakan pemerintah yang saat ini mendapat sorotan dari dalam dan luar negeri adalah kebijakan food estate. Banyak pihak berpendapat bahwa kebijakan food estate diambil bukan berdasarkan pertimbangan rasional, melainkan berdasarkan pertimbangan kepentingan politik kekuasaan. Seandainya berdasarkan pertimbangan rasional, seharusnya pemerintah belajar dari kegagalan Proyek Lahan Gambut Sejuta Hektar era pemerintahan Soeharto dan Proyek Merauke Food and Energy Estate (MIFEE) era pemerintahan SBY. Alih-alih mempertimbangkan kegagalan pemerintahan sebelumnya, pemerintah justru mengulanginya begitu saja sebagaimana diberitakan dalam situs berita Mongabay, Report: Indonesia’s ‘food estate’ program repeating failures of past projects. Untuk memuluskan proyek ambisius tersebut, diterbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.24/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate, yang diperbarui menjadi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan, Serta Penggunaan Kawasan Hutan, yang melegalkan pembabatan hutan atas nama pembangunan strategis nasional. Menuai banyak kritik, termasuk dari pakar pertanian dan aktivis gerakan lingkungan, bukannya melakukan evaluasi, malah justru memperluas dan menyerahkan pengelolaannya bukan hanya kepada Kementerian Pertanian, tetapi justru kepada Kementerian Pertahanan. Alhasil, para aktivis lingkungan hidup menuding food estate sebagai menanam kehancuran menuai krisis iklim. sebagaimana diuraikan dalam laporan Food Estate: Menanam Kehancuran Menuai Krisis Iklim.
Pemasangan spanduk sebagai protes terhadap food estate oleh Greenpeace Indonesia |
Jika diperlukan informasi tambahan, silahkan kunjungi halaman facebook Greenpeace Indonesia serta tayangan youtube: Food Estate Gunung Mas, Mentan Andi Amran Sulaiman Tinjau Langsung Food Estate Kalteng Puji Prabowo, Begini Kata Pengamat Pertanian soal Program Lumbung Pangan Food Estate Dikritik, dan Deforestatsi Food Estate Jokowi: Hutan Rusak, Banjir di Desa-desa,
KASUS 2
Silahkan membaca Kasus 2 untuk menjawab Pertanyaan 4 dan Pertanyaan 5
Silahkan membaca Kasus 2 untuk menjawab Pertanyaan 4 dan Pertanyaan 5
Salah satu kasus permasalahan lingkungan hidup yang menyita banyak perhatian, baik di dalam maupun di luar negeri, adalah kasus sengketa lahan antara Pemerintah Provinsi NTT dengan masyarakat adat di Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Kasus tersebut berawal dari Proyek Percontohan Intensifikasi Peternakan seluas 6000 ha kerjasama Pemerintah Provinsi NTT dengan Pemerintah Australia yang berlangsung selama 1982-1987, yang kemudian pada akhir pelaksanaan proyek dijadikan lokasi Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan (GERHAN) dan kemudian pada 1995, 2900 ha dari kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan lindung. Masyarakat adat menganggap bahwa seiring dengan berakhirnya proyek intensifikasi peternakan maka lahan dengan sendirinya kembali kepada mereka sehingga kemudian melakukan aktivitas perladangan di lahan tersebut, Namun karena telah menetapkan lahan tersebut sebagai hutan lindung maka pemerintah menganggap masyarakat yang berladang di lahan terserbut telah melakukan pembalakan hutan. Untuk memahami kronologi kasus tersebut, silahkan baca berita Kompasiana dan postingan Solidaritas Perempuan.
Masyarakat berunjuk rasa dengan berkemah di bawah pohon kabesak putih. |
Jika diperlukan lebih banyak informasi, silahkan lakukan pencarian dengan mengetikkan "sengketa lahan besipae" (tanpa tanda petik) dalam kotak pencarian Google atau Bing.
No comments:
Post a Comment